Dwiarso Budi Santiarto: Etika Adalah Napas Kehakiman, Bukan Sekadar Aturan
Jakarta, Sulawesibersatu.com – Ketua Muda Mahkamah Agung (MA) Bidang Pengawasan, Dwiarso Budi Santiarto, menegaskan bahwa etika publik harus menjadi ruh dalam setiap langkah hakim dan aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan peradilan. Pernyataan itu disampaikannya dalam Seminar Nasional tentang Etika Profesi Hakim dan ASN yang diselenggarakan oleh Komisi Yudisial (KY) di Auditorium Lantai 4 Gedung KY, Senin (3/11/2025).
Di hadapan peserta seminar, Dwiarso menekankan pentingnya harmonisasi antara MA dan KY dalam membangun kesadaran etika publik. Menurutnya, sinergi kedua lembaga ini bukan hanya soal pengawasan, tetapi juga upaya strategis untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan. “MA melalui Badan Pengawasan dapat bekerja sama dengan KY untuk mewujudkan etika publik yang berkualitas. Misalnya, dalam seleksi calon hakim agung, Badan Pengawasan bisa memberikan informasi tentang rekam jejak calon sebagai bahan pertimbangan KY,” ujar Dwiarso.
Dwiarso menegaskan, penguatan etika profesi bukan sekadar memenuhi tuntutan normatif, melainkan menjadi panduan hidup dan sikap profesional bagi hakim dan ASN. “Etika harus menjadi napas dalam setiap tugas kehakiman. Ia menuntun bagaimana kita berpikir, bersikap, dan mengambil keputusan, agar semua berujung pada keadilan dan pelayanan publik yang berintegritas,” tegasnya.
Menurutnya, tugas kehakiman bukan hanya menegakkan hukum, tetapi juga menjaga moralitas jabatan dan kepercayaan masyarakat. Karena itu, sistem etika yang kokoh perlu dibangun untuk menuntun perilaku individu sekaligus memperkuat mekanisme kelembagaan yang berintegritas dan responsif terhadap kebutuhan publik. Dalam paparannya, Dwiarso menguraikan lima prinsip utama kerangka etika yang harus menjadi pijakan bagi hakim dan ASN yakni :
Pertama Independensi, Kebebasan berpikir dan menilai berdasarkan hukum dan nurani tanpa intervensi. Kedua Integritas, Kesatuan antara pikiran, hati, dan tindakan untuk menegakkan kebenaran. Ketiga Imparsialitas, Keputusan hukum yang bebas dari prasangka dan kepentingan pribadi. Keempat Akuntabilitas dan Transparansi, Setiap proses dan keputusan harus terbuka serta dapat dipertanggungjawabkan dan Kelima Pelayanan Publik yang Berkeadilan, Pelayanan hukum harus berorientasi pada kemanusiaan, bukan sekadar prosedur. “Pelayanan publik dalam peradilan adalah pelayanan kemanusiaan. Hakim dan ASN harus menghadirkan keadilan dengan empati dan kejujuran,” tutur Dwiarso penuh penekanan.
Dwiarso juga mengingatkan bahwa integritas aparatur peradilan menjadi sorotan utama masyarakat. Ia menyinggung bahwa laporan mengenai pelanggaran integritas masih sering diterima oleh Badan Pengawasan MA. “Sebagai insan peradilan, lakukan pelayanan dengan hati nurani. Hanya dengan begitu, kepercayaan masyarakat dapat diraih dan dipertahankan,” ujarnya menutup paparan.
Dengan penguatan prinsip etika dan kerja sama MA–KY yang solid, Dwiarso optimistis lembaga peradilan Indonesia akan semakin berintegritas, transparan, dan berorientasi pada keadilan publik. (AN/ZA)

0 Response to "Dwiarso Budi Santiarto: Etika Adalah Napas Kehakiman, Bukan Sekadar Aturan"
Posting Komentar