-->

MR Tak Lagi Pulang: Tangis Keluarga dan Alarm Darurat Perlindungan Anak di Makassar




Makassar, Sulawesibersatu.com – Suara riuh sekolah itu kini hanya menyisakan sunyi. MR (15), siswa kelas 6 SD Maccini Satu Kota Makassar, tak akan pernah pulang lagi. Bocah pendiam yang dikenal tak banyak bicara itu meregang nyawa setelah lima hari bertarung di ruang ICU. Bukan karena semata penyakit, tetapi karena dugaan kekerasan yang menyayat logika dan nurani.


Keluarga menyebut MR sempat berbisik pelan dan mengangkat tiga jari, tanda yang diyakini sebagai pengakuan siapa yang menganiayanya. Tiga teman, dua dari bangku SD, satu dari SMP. “Dipukul sepulang sekolah, ada banyak luka, termasuk bekas puntung rokok di punggung,” kata Desma, tante MR, dengan mata sembab, Jumat (30/5/2025).


Tragedi ini langsung menggemparkan publik. Luka lebam dan bekas luka bakar di tubuhnya tidak bisa dibantah. Meski hasil awal medis menyebut MR mengidap demam berdarah dan tipes, dugaan kekerasan tetap menjadi fokus penyelidikan pihak kepolisian.


Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Makassar bereaksi keras. Ketua Tim Reaksi Cepat (TRC), Makmur, menyebut kasus ini sebagai “alarm darurat” yang menampar wajah sistem pendidikan. 


“Kami mendesak Wali Kota mengevaluasi Dinas Pendidikan. Edukasi tentang kekerasan anak selama ini tak melibatkan yang paham substansi. Hasilnya? Anak-anak tak aman, seperti MR,” tegasnya.


UPTD PPA mengaku telah turun tangan memberi pendampingan psikologis ke keluarga MR, termasuk menjamin pendidikan anak-anak lain dalam keluarga yang ternyata beberapa belum pernah merasakan bangku sekolah.


Polrestabes Makassar masih menyelidiki kasus ini. Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Arya Perdana menyatakan, autopsi akan jadi penentu apakah lebam dan luka bakar itu penyebab kematian. 


Sementara itu, saksi sudah dikumpulkan, namun pemeriksaan terhadap anak-anak terduga pelaku masih tertunda karena alasan kemanusiaan. “Ini proses sensitif. Kami tak mau gegabah. Tapi kami serius menanganinya,” ujar Arya.


Meski belum ada tersangka, lebih dari dua nama disebut terlibat. Semua menanti hasil autopsi yang bisa jadi kunci untuk membuka keadilan bagi MR.


MR bukan anak yang suka membuat masalah. Ia pendiam, tertutup, dan tak pernah mengeluh. Bahkan ketika rasa sakit mulai menghantui, ia hanya diam, hingga akhirnya kritis dan tak tertolong.


Keluarga baru mengetahui tanda-tanda kekerasan saat tubuhnya terbaring lemah, penuh luka tak sanggup berkata-kata.


Tragedi ini telah menyingkap borok lama yaitu sekolah yang gagal menjadi tempat aman, lingkungan yang gagal peka, dan sistem yang terlalu lambat bereaksi. Edukasi tentang kekerasan harus dirombak. Sistem pelaporan harus dibuat mudah. Anak-anak harus percaya bahwa mereka didengar. 


“Anak-anak berhak atas ruang belajar yang aman. Ini tragedi, bukan kejadian biasa. Jangan tunggu korban berikutnya,” pungkas Makmur.


MR telah pergi, tapi kisahnya harus terus hidup sebagai pengingat bahwa satu anak yang hilang karena kekerasan adalah satu terlalu banyak. (Irwan Dg Gassing)

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "MR Tak Lagi Pulang: Tangis Keluarga dan Alarm Darurat Perlindungan Anak di Makassar"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel