"Sudah Menang Lawan Presiden, Masih Juga Diabaikan: Negara Mau Sampai Sejauh Apa?". Abdul Hayat Gani Tagih Rp8 Miliar Haknya: ‘Saya Menang di MA, Tapi Pemerintah Seperti Buta Tuli’
Makassar, Sulawesibersatu.com — Bayangkan ini: Anda menang di pengadilan, dari tingkat pertama sampai Mahkamah Agung. Anda buktikan bahwa Anda dipecat tanpa dasar hukum. Lalu Presiden Republik Indonesia sendiri, Prabowo Subianto, mengeluarkan surat resmi agar Anda dipulihkan. Tapi ketika Anda datang menagih hak, pemerintah daerah cuma bilang, “Kami tunggu petunjuk.”
Itulah yang kini dialami Abdul Hayat Gani, mantan Sekprov Sulsel, yang hari ini berdiri sendirian di ruang rapat DPRD Sulsel, menuntut gaji dan tunjangan senilai Rp8,03 miliar yang tak kunjung dibayar, meski hukum sudah berpihak padanya. "Saya menang lawan Presiden. Tapi hari ini, Senin (16/6) saya malah harus memohon keadilan. Kalau hukum bisa diabaikan seperti ini, apa arti negara hukum?" ujar Abdul Hayat, dengan suara tercekat di hadapan anggota dewan.
Desember 2022. Tanpa alasan resmi yang sah, Abdul Hayat dicopot dari jabatan Sekprov oleh Gubernur Sulsel saat itu, Andi Sudirman Sulaiman. Tak tinggal diam, ia menggugat Keputusan Presiden itu ke PTUN Jakarta. Ia menang.
Menang lagi di banding.
Dan menang telak di Mahkamah Agung lewat putusan Nomor 290/K/TUN/2024. Hukum tertinggi negara telah bicara: pemberhentian Abdul Hayat cacat hukum.
Dan bukan cuma itu. Presiden Prabowo sendiri, melalui surat HK.06.02/01/2025, telah memerintahkan yakni, Kembalikan Abdul Hayat ke posisi Sekprov, Bayarkan semua hak kepegawaiannya dan Hormati putusan hukum. Tapi hari ini, 16 Juni 2025, tak satu rupiah pun gaji itu ia terima. “Saya bukan minta-minta. Saya hanya menuntut hak yang secara hukum sah milik saya. Kalau itu saja harus diperjuangkan bertahun-tahun, bagaimana nasib rakyat kecil?” ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
Pemprov Sulsel, lewat Kepala Biro Hukum Herwin Firmansyah, berdalih bahwa Abdul Hayat tidak bisa dibayar karena tidak ada SK pengangkatan ulang sebagai Sekprov. Bahkan setelah ada surat dari Kemendagri, dari BKN, dari Mensesneg, mereka tetap bergeming. Mereka hanya bilang. “Kami tidak bisa membayar karena administrasi tidak lengkap”. “SK saya yang lama tidak pernah dicabut secara sah. Jadi buat apa SK baru? Masa Mahkamah Agung kalah sama birokrasi daerah?” sindir Abdul Hayat.
Masalah ini bukan lagi tentang uang Rp8 miliar. Ini tentang apakah hukum masih dihormati di republik ini? Tentang apakah seorang warga negara yang sudah menang di pengadilan harus menunduk pada tafsir birokrasi yang terus menunda? “Kalau Mahkamah Agung sudah inkrah, Presiden sudah perintahkan, dan hak saya tetap ditahan, lalu apa yang bisa dipercaya dari negara ini?” kata Abdul Hayat lantang.
Kalau putusan MA saja tak bisa dilaksanakan, apa lagi yang bisa kita harapkan dari sistem hukum ini? Apa artinya surat Presiden kalau bisa diabaikan oleh pejabat daerah? Dan Siapa sebenarnya yang sedang bermain di balik kasus ini? Ini soal setiap orang yang bisa sewaktu-waktu dicopot, dizalimi, dan dilupakan meski hukum membelanya. Ini tentang supremasi hukum yang bisa dikalahkan oleh “tanda tangan yang tidak turun.” Dan mungkin, ini tentang ego kekuasaan yang lebih besar dari konstitusi. Redaksi siap membuka ruang jika Pemprov Sulsel, BKN, atau pihak terkait ingin menyampaikan klarifikasi atau tanggapan resmi. (TIM)
0 Response to ""Sudah Menang Lawan Presiden, Masih Juga Diabaikan: Negara Mau Sampai Sejauh Apa?". Abdul Hayat Gani Tagih Rp8 Miliar Haknya: ‘Saya Menang di MA, Tapi Pemerintah Seperti Buta Tuli’"
Posting Komentar