Wartawan Diancam Saat Liputan di Takalar, Kepala Desa Ngamuk di Kantor Sendiri!
Takalar Sulsel, Sulawesibersatu.com – Dunia pers kembali tercoreng! Seorang wartawan lokal yang tengah menjalankan tugas jurnalistik diduga mendapat intimidasi verbal dari oknum Kepala Desa Laikang, berinisial N, saat hendak meliput pembagian beras Bulog di kantor desa, Kamis (24/7/2025).
Alih-alih disambut ramah, wartawan justru dihujani ucapan kasar bernada ancaman dalam bahasa Makassar oleh sang kepala desa. Ironisnya, hal itu terjadi di ruang publik, di hadapan warga, saat bantuan pangan sedang dibagikan. Sang wartawan mengaku hanya menyapa dengan sopan saat memasuki lokasi, namun dibalas dengan nada tinggi yang membuat suasana memanas. “Saya hanya ingin meliput, bukan mengganggu. Tapi tiba-tiba saya dimaki dan diancam, seolah saya musuh negara,” ujar wartawan tersebut yang enggan disebutkan namanya.
Wartawan itu diketahui sedang menginvestigasi dua isu penting: distribusi bantuan beras dan gejolak terkait transmigrasi serta penolakan seorang kepala dusun oleh warga. Isu-isu ini tengah menjadi perbincangan hangat di desa tersebut.
Tindakan Kepala Desa N dinilai melanggar Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menyatakan bahwa menghalang-halangi kerja wartawan adalah tindakan pidana, dengan ancaman hukuman penjara dua tahun atau denda Rp500 juta.
Sang wartawan kini telah menyatakan niatnya untuk menempuh jalur hukum. Ia mengaku akan melapor resmi ke Aparat Penegak Hukum (APH) dalam waktu dekat. “Ini bukan soal saya pribadi. Ini soal kemerdekaan pers yang dijamin konstitusi. Kalau dibiarkan, besok siapa lagi yang akan diintimidasi?” tegasnya.
Upaya awak media untuk menghubungi Kepala Desa Laikang guna meminta klarifikasi telah dilakukan melalui telepon dan WhatsApp. Namun hingga berita ini diturunkan, nomor yang bersangkutan tidak aktif dan tidak ada respons dari pihak desa.
Masyarakat dan komunitas jurnalis pun angkat suara. Banyak yang mengecam aksi yang dinilai mencoreng demokrasi lokal dan membahayakan kebebasan pers.
Berbagai organisasi pers di Sulawesi Selatan turut menyayangkan insiden ini. Mereka mendesak agar aparat tidak tinggal diam dan segera menindaklanjuti dugaan pelanggaran ini. “Seorang kepala desa seharusnya menjadi pelayan masyarakat, bukan penguasa yang anti-kritik dan anti-media,” tegas salah satu aktivis media.
Kejadian ini kembali menegaskan bahwa di era demokrasi, profesi wartawan masih kerap menghadapi tekanan dari mereka yang tidak paham batas kekuasaan. Padahal, wartawan bukan musuh publik, melainkan jembatan informasi antara pemerintah dan rakyat.
Kini masyarakat Takalar dan Indonesia menanti yaitu apakah hukum akan berpihak pada kebenaran? Atau justru membiarkan intimidasi ini jadi preseden berbahaya bagi kebebasan pers? (TIM)
0 Response to "Wartawan Diancam Saat Liputan di Takalar, Kepala Desa Ngamuk di Kantor Sendiri!"
Posting Komentar