“Menteri Sehari, Musuh Rakyat Seumur Hidup?” Kisah Blunder Purbaya Yudhi Sadewa, Menkeu Baru yang Langsung Diburu Demonstrasi
Jakarta, Sulawesibersatu.com – Di hari pertama menjabat, orang biasanya menerima ucapan selamat. Tapi bagi Purbaya Yudhi Sadewa, hari pertamanya sebagai Menteri Keuangan justru diiringi teriakan protes, poster ejekan, dan desakan mundur. Semua terjadi begitu cepat bahkan belum sempat duduk nyaman di kursi menteri.
Tanggal 8 September. Baru sehari menjabat Menkeu, Purbaya ditanya wartawan soal tuntutan rakyat, dikenal sebagai “17+8”. Tuntutan ini adalah suara dari mahasiswa dan masyarakat yang ingin perubahan besar di pemerintahan baru. Tapi jawabannya membuat publik mendidih. “Itu, kan, suara sebagian kecil rakyat kita? Kenapa? Mungkin sebagian merasa terganggu hidupnya masih kurang, ya?”
Seketika, kalimat itu menjadi bara. Twitter/X terbakar.
Instagram penuh hujatan. Thread dan Voxnetizens menyalak serta yang paling keras yaitu mahasiswa tidak tinggal diam. Keesokan harinya, 9 September. BEM Universitas Indonesia memimpin gelombang protes di depan Gedung DPR RI. Tapi kali ini, bukan hanya menagih janji. Mereka punya target jelas. “Copot Purbaya dari Kementerian Keuangan. Sekarang juga.”
Di tengah panasnya Jakarta, spanduk bertuliskan. “Menteri Baru, Mental Lama.” “Kami Bukan Sebagian Kecil Rakyat!” “Kalau Tak Siap Mendengar, Jangan Jadi Menteri.” Tuntutan 17+8 berubah wujud yakni dari deretan poin, menjadi tangisan dan amarah rakyat. Terpojok, Purbaya akhirnya buka suara. Tapi bukan klarifikasi penuh. Yang keluar justru nada gugup dan pembelaan. “Saya ini menteri kagetan, waktu di LPS tenang, di Keuangan ternyata semua mata memantau. Salah ngomong langsung diplintir.”
Ia juga menyebut dirinya mirip Sri Mulyani dengan gaya “koboi”. Tapi publik tak terhibur.
Ini bukan soal gaya. Ini soal rasa hormat terhadap suara rakyat. Meski akhirnya ia minta maaf, netizen menilai. “Bukan cuma salah kata. Tapi salah sikap.” 17+8 adalah manifesto rakyat yaitu 17 tuntutan sosial ekonomi yakni Kesejahteraan buruh, pendidikan gratis, hak petani, harga bahan pokok. 8 reformasi struktural yaitu Transparansi anggaran, pemberantasan korupsi, independensi hukum, pemisahan bisnis dan politik.
Ini bukan omong kosong mahasiswa. Ini peta jalan perubahan dan ketika Purbaya bilang belum membaca? Itu sama dengan menolak mendengar suara rakyat. Presiden Prabowo belum bicara. Tapi publik sudah bersuara. Kepercayaan adalah mata uang paling mahal di pemerintahan dan Purbaya kehilangannya dalam 24 jam.
Kini tinggal dua jalan yakni Evaluasi total dan minta maaf dengan tulus, atau menjadi simbol pejabat yang gagal memahami rakyat sejak hari pertama. Indonesia tidak sedang baik-baik saja. Harga tinggi. Hutang menggunung. Ketimpangan nyata dan ketika rakyat bicara, yang mereka butuh bukan sekadar ahli ekonomi. Tapi pemimpin yang mau mendengar.
Purbaya, ini bukan soal kamu tak sengaja. Ini soal kamu tak membaca gelombang zaman. Selamat datang di kabinet, Pak Menteri. Selamat datang di realitas baru. Tempat di mana satu kalimat bisa menjatuhkan jabatan. Akankah Presiden Prabowo bertindak? Atau akan dibiarkan hingga suara rakyat benar-benar menggelegar ke istana? (AN/ZA)
0 Response to "“Menteri Sehari, Musuh Rakyat Seumur Hidup?” Kisah Blunder Purbaya Yudhi Sadewa, Menkeu Baru yang Langsung Diburu Demonstrasi"
Posting Komentar