Khutbah Terakhir: Ustadz Yahya Waloni Wafat di Atas Mimbar, Pulang Saat Menyeru Nama Allah
Makassar, Sulawesibersatu.com — Hari itu langit Makassar cerah, tak ada tanda duka. Tapi sekitar pukul 12.30 WITA, langit seakan ikut bersedih. Di Masjid Darul Falah, Kompleks Perumahan Minasa Upa, Kecamatan Rappocini, suara lantang seorang da'i tiba-tiba terhenti. Ustadz Yahya Waloni, sang mualaf dan mantan pendeta yang dikenal tegas dalam dakwahnya, menghembuskan napas terakhir tepat di mimbar dalam khutbah Jumatnya.
Dia berdiri di hadapan Allah. Bukan dalam kesendirian, tapi di hadapan ratusan jamaah, saat lidahnya masih menuturkan kalimat tauhid.
“Khutbah pertama, suaranya lantang. Tapi saat khutbah kedua, beliau mulai melemah... lalu jatuh,” ungkap Syahruddin Usman, Ketua Masjid Darul Falah, kepada wartawan.
“Awalnya semangat. Waktu duduk, lanjut khutbah kedua, baru beberapa menit... beliau jatuh,” ucapnya dengan nada getir pada Jumat (6/6).
Jamaah terdiam. Beberapa menangis. Tak sedikit yang tak percaya. Seorang da'i yang selama ini lantang membela Islam, menutup lembar hidupnya dengan cara yang hanya bisa diimpikan oleh para pendakwah sejati, meninggal dalam keadaan berdakwah, di hari Jumat, di atas mimbar, dalam khutbah.
Di pagi hari, Ustadz Yahya sempat menjadi khatib salat Idul Adha di Jalan Rajawali. Ia terlihat sehat, semangat, bahkan meminta sendiri untuk mengisi khutbah Jumat siangnya. “Dia yang minta jadwal di sini,” ujar Syahruddin.
Namun, istrinya, Fifil, mengatakan sang ustaz sudah beberapa kali mengeluh pusing sebelum hari itu. Meski punya riwayat jantung bengkak, tidak ada tanda-tanda penyakitnya kambuh. “Cuma sering pusing. Tapi nggak seperti biasanya,” katanya sambil menahan air mata.
Nama Yahya Waloni bukan nama asing. Dulu ia dikenal sebagai seorang pendeta. Namun, ia memilih meninggalkan dunia lamanya, memeluk Islam, dan bersyahadat. Sejak saat itu, ia dikenal sebagai pendakwah garang yang tak segan menyeru kebenaran meski penuh tantangan dan kritik.
Namun siapa sangka, langkah dakwahnya berakhir begitu menggetarkan hati yakni wafat saat menyampaikan khutbah tentang keesaan Allah, saat menyeru umat untuk kembali kepada Sang Pencipta, saat suaranya menggetarkan masjid.
Ia tidak wafat di rumah. Tidak wafat di rumah sakit. Tapi wafat di atas mimbar, di hari Jumat, di bulan Dzulhijjah, di Hari Raya Kurban, saat kaum Muslimin berkumpul untuk menyembah Allah.
Hari itu, umat Islam tidak hanya kehilangan seorang da'i. Mereka kehilangan simbol perjalanan spiritual yang luar biasa, dari gereja menuju masjid, dari altar menuju mimbar, dari pencarian menuju keimanan yang teguh.
“Meninggal saat menyeru nama Allah, di tempat paling suci bagi umat, dalam momen paling sakral... Ini bukan sekadar kematian. Ini pesan dari langit.”
Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Ya Allah, terimalah Ustadz Yahya Waloni dalam kemuliaan-Mu. Jadikan akhir hayatnya yang menggetarkan ini sebagai syahidnya para da'i.
Kematian Ustadz Yahya Waloni menjadi pengingat bagi kita semua: hidup hanyalah perjalanan, dan kematian bisa datang kapan saja. Tapi bagi sebagian hamba pilihan-Nya, kematian justru menjadi khutbah terakhir, khutbah tanpa kata yang mengguncang jiwa. (AN/ZA)
0 Response to "Khutbah Terakhir: Ustadz Yahya Waloni Wafat di Atas Mimbar, Pulang Saat Menyeru Nama Allah"
Posting Komentar