"Rp15 Juta untuk Sebidang Janji": Saat Takalar Dipertanyakan di 100 Hari Pemerintahan Daeng Manye–Hengky
Takalar Sulsel, Sulawesibersatu.com – Seratus hari yang seharusnya menjadi perayaan capaian, justru berubah menjadi babak penghakiman. Pemerintahan baru pasangan Bupati Daeng Manye dan Hengky Yasin kini di ambang krisis moral, setelah sebuah kwitansi bernilai Rp15 juta beredar luas dan menyeret dua pejabat daerah ke dalam pusaran dugaan uang pelicin.
Dokumen itu tidak sekadar selembar kertas. Ia adalah simbol kemunafikan sistem, yang mencoreng janji besar pasangan yang diusung 12 partai politik pada Pilkada 2024 yakni "Takalar Unggul dalam Pelayanan Publik."
Uangnya diberikan diam-diam. Rp15 juta, diserahkan oleh seorang warga kepada Lurah Pappa dan Camat Pattalassang. Alasannya? Konon, sekadar "terima kasih" atas penerbitan 6 Surat Keterangan Garapan untuk tanah seluas 6 hektar di Lingkungan Pappa II.
Namun masyarakat tak lagi mudah ditipu. Aroma korupsi kecil-kecilan ini langsung tercium tajam. “Kami anggap permasalahan ini sudah selesai,” kata sang pemberi uang, seolah perkara integritas bisa ditutup seperti lembaran kwitansi murahan. Padahal, masalahnya baru dimulai.
Politikus NasDem, Ahmad Sabang, tidak tinggal diam. Anggota DPRD Takalar dari Komisi Pemerintahan ini meledak, menyebut praktik semacam ini sebagai tindakan yang tidak bisa ditoleransi. “Jika tidak diatur dalam undang-undang, maka itu adalah pelanggaran. Ini bukan hadiah, ini suap yang dibungkus sopan santun.”
Ironisnya, hingga berita ini naik cetak, Lurah Pappa dan Camat Pattalassang belum sekalipun muncul untuk memberi klarifikasi. Telepon tak dijawab, surat konfirmasi diabaikan. Lebih mengecewakan lagi, Kepala Inspektorat Takalar, Nur Ilham Malik, justru memilih diam seribu bahasa, seolah takut membuka lemari yang penuh kerangka.
Pasangan Daeng Manye–Hengky datang dengan semangat perubahan. Mereka dielu-elukan sebagai simbol era baru Takalar, bebas dari praktik-praktik gelap birokrasi. Tapi hari ini, bayangan masa lalu justru menyelimuti langkah awal mereka.
Pertanyaannya kini tajam, apakah mereka berani mencabut akar praktik pungli di bawah hidung mereka sendiri?
Atau akankah mereka jadi bagian dari sistem yang mereka janji akan robohkan?
Kasus ini bisa jadi hanya permukaan. Tapi dampaknya sangat dalam. Ia mengguncang fondasi kepercayaan warga. Ia menampar wajah pelayanan publik. Dan ia mengingatkan kita bahwa korupsi tak selalu berwujud proyek raksasa, kadang cukup selembar kwitansi dan senyum basa-basi.
Pemerintahan Daeng Manye-Hengky masih punya waktu. Tapi tidak banyak. Jika dalam 100 hari saja sudah lahir aib, maka 1.000 hari ke depan bisa jadi kuburan harapan jika tak segera ada tindakan nyata. (TIM)
0 Response to ""Rp15 Juta untuk Sebidang Janji": Saat Takalar Dipertanyakan di 100 Hari Pemerintahan Daeng Manye–Hengky"
Posting Komentar