-->

Sawah Mati, Sungai Hitam, Danau Beracun: Nestapa Petani Towuti Akibat Minyak PT Vale




Luwu Timur Sulsel, Sulawesibersatu.com — Aroma tanah basah di Desa Matompi kini berganti bau anyir minyak. Sawah-sawah yang dulu menghijau kini menghitam, lengket, dan mati. Sejak Agustus 2025, kehidupan ratusan petani di Kecamatan Towuti seolah berhenti bukan karena kekeringan, tapi karena minyak hitam beracun yang merembes dari perut bumi: pipa minyak milik PT Vale Indonesia Tbk bocor dan menumpahkan racun ke sungai dan tanah mereka. Hamrullah, petani 45 tahun, berdiri termenung di tepi sawah yang dulu jadi kebanggaannya. “Biasanya sekali panen bisa 70 ton padi. Sekarang? Nol. Mati semua. Dua bulan kami tak berpenghasilan,” suaranya bergetar menahan marah dan sedih.


Air yang dulu menjadi sumber kehidupan kini jadi pembawa bencana. Limbah High Sulphur Fuel Oil (HSFO) milik PT Vale mengandung minyak hingga 30 persen, enam kali lipat dari batas normal. Minyak hitam itu meresap tiga meter ke dalam tanah, menyusup lewat sungai Korosindo, lalu mengalir ke seluruh sistem irigasi hingga masuk ke sawah-sawah warga. Kini, air dan tanah berubah jadi jebakan kematian bagi tanaman dan ikan. “Airnya tampak jernih di atas, tapi kalau digoyang, muncul gumpalan hitam seperti darah beku bumi,” kata Hamrullah. 


Ia juga menceritakan tetangganya yang dilarikan ke rumah sakit setelah menggoreng ikan dari sungai. Ikan itu tampak segar, tapi berubah hitam legam begitu menyentuh minyak panas. semenjak itu, warga berhenti makan ikan, berhenti minum air sungai, bahkan takut menyentuh tanah mereka sendiri. Sapi-sapi yang minum dari sungai pun mulai roboh. “Loyo, kurus, seperti kehilangan jiwa,” ujar Hamrullah lirih. Namun di saat warga kehilangan segalanya, PT Vale masih diam di menara kaca korporasinya. Dua bulan berlalu, belum ada ganti rugi yang jelas, belum ada pemulihan nyata. Pemerintah daerah pun bungkam.


Limbah minyak tak berhenti di sawah. Ia mengalir jauh hingga ke Danau Towuti, danau purba yang jadi sumber kehidupan ribuan warga dan rumah bagi ratusan spesies ikan endemik. Kini air danau itu tercemar. “Ini bukan sekadar kebocoran teknis,” tegas Muhammad Al Amin, Direktur WALHI Sulawesi Selatan. “Ini kejahatan ekologis. PT Vale lalai, dan ribuan jiwa menanggung akibatnya.” Investigasi WALHI menemukan indikasi kuat bahwa pencemaran ini telah berlangsung lama, bukan baru terjadi Agustus lalu. HSFO menumpuk di bawah tanah hingga akhirnya meluap. Lebih dari 300 hektare sawah dan enam desa Lioka, Langkea Raya, Baruga, Wawondula, Matompi, dan Timampu kini lumpuh. Kerugian ekonomi warga mencapai Rp84 juta per orang per tahun, belum termasuk kerugian ekologis, kesehatan, dan sosial. PT Vale berjanji memberi kompensasi Rp7.000 per kilogram gabah, tapi janji itu ibarat menabur garam di luka terbuka. “Nilai itu sangat kecil, tidak sebanding dengan kerugian kami. Air masih tercemar, tanah masih mati,” ujar Zulfaningsih HS dari WALHI Sulsel.


Sementara itu, PT Vale berdalih telah “menyelesaikan enam dari sebelas titik pembersihan” dan melakukan uji laboratorium. Namun, warga menertawakan klaim itu. “Kalau katanya sudah bersih, kenapa ikan masih mati dan air masih bau minyak?” tanya Hamrullah getir. Lebih ironis lagi, PT Vale disebut sempat menyalahkan gempa bumi sebagai penyebab kebocoran pipa minyak. “Bagaimana mungkin gempa jadi kambing hitam? Ini murni kelalaian dan lemahnya pengawasan lingkungan,” kata Amin.


Kini, masyarakat Towuti hidup dalam ketakutan. Mereka tidak tahu apakah tanah mereka akan kembali subur, atau justru menjadi kuburan bagi generasi berikutnya. Sawah yang dulu sumber kehidupan berubah jadi danau kecil berwarna hitam, dengan bau menyengat seperti solar terbakar. “Kalau hujan turun, minyak naik ke permukaan. Kalau panas, mengeras jadi gumpalan lengket,” ujar warga lain. “Kami seperti hidup di neraka minyak.”


WALHI menuntut PT Vale bertanggung jawab penuh yakni memulihkan sungai, danau, dan lahan warga. Mereka juga mendesak pemerintah turun tangan, bukan hanya menjadi penonton. Sementara warga seperti Hamrullah masih menatap sawahnya yang mati. “Kalau tanah ini bisa bicara,” katanya pelan, “ia mungkin akan menangis.” Towuti tidak butuh janji. Towuti butuh kehidupan yang dikembalikan. (TIM)

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Sawah Mati, Sungai Hitam, Danau Beracun: Nestapa Petani Towuti Akibat Minyak PT Vale"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel