"Pembangunan Liar, Namiland: Tanpa KKPR, Tanpa AMDAL, Tanpa Hukum?"
Gowa Sulsel, Sulawesibersatu.com - Di sebuah desa tenang bernama Kanjilo, Gowa, sebuah tembok berdiri tegak. Abu-abu. Bersih. Mewah. Bertuliskan, “NamiLand Barombong.”
Namun di balik tembok itu, bukan sekadar rumah yang sedang dibangun tapi sebuah ironi, tentang hukum yang diabaikan, tanah yang digadaikan, dan masa depan yang dibisukan.
Dulu, di tanah yang sekarang ditimbun batu dan semen, petani menanam padi. Hasilnya tidak banyak, tapi cukup untuk hidup. Kini, truk-truk hilir-mudik membawa material pembangunan. Tiap putaran roda seperti menyapu sejarah tanah itu, tanpa izin, tanpa restu, tanpa ampun.
Pada 17 Juni 2025, suasana di kantor Dinas Pertanian Gowa tak seperti biasanya. Meja penuh dokumen. Rekaman diputar. Nada suara naik.
Aktivis dari Inakor dan Formasi Gowa duduk berhadapan dengan pejabat pemerintah. Mereka membawa satu pertanyaan. “Kenapa NamiLand bisa membangun tanpa KKPR?” Jawabannya menghentak. “Karena memang belum pernah diurus.”
KKPR (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang) bukan sekadar formalitas. Itu izin fundamental, apakah sebuah bangunan boleh berdiri atau tidak. Tanpa KKPR, bangunan sebesar apapun adalah ilegal. Dan NamiLand? Sudah masuk tahap ketiga pembangunan. “Ini bukan hanya pelanggaran administratif. Ini pembangkangan terhadap aturan negara,” ujar Haeruddin, aktivis Inakor Gowa.
Menurut dokumen investigasi, NamiLand diduga Melanggar UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Menabrak PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penataan Ruang dan Mengabaikan Permen ATR/BPN Nomor 13 Tahun 2021, Menginjak-injak Surat Edaran Kementan tentang larangan alih fungsi lahan produktif serta Melawan Perda RTRW Gowa. Dan parahnya, AMDAL pun belum ada. Tidak ada kajian lingkungan. Tidak ada pertimbangan sosial. Hanya tembok-tembok tumbuh, seperti tak kenal batas.
Masyarakat sipil kini menuntut tindakan nyata. Satpol PP Kabupaten Gowa diminta turun langsung. Hukum ada di pihak mereka berdasarkan UU 23/2014 Pasal 255 yakni Satpol PP wajib menegakkan Perda, Permendagri 16/2023 yaitu Mengatur prosedur penindakan pelanggaran. “Jika Satpol PP diam, maka kita sedang menyaksikan negara kalah di tanahnya sendiri,” kata Danial, Koordinator Formasi Gowa.
Hingga kini, pengembang NamiLand tak bicara sepatah kata pun. Pemerintah daerah? Masih diam. Sementara itu, warga, petani, dan aktivis makin lantang menyuarakan kebenaran. Mereka hanya ingin satu hal yaitu “Tegakkan hukum. Hentikan pembangunan ilegal. Jangan gadaikan masa depan untuk proyek yang tak bermoral.”
NamiLand bukan sekadar kasus. Ini adalah simbol dari betapa ringkihnya hukum saat berhadapan dengan uang dan kekuasaan serta jika ini dibiarkan, maka setiap sawah bisa hilang, setiap aturan bisa diakali, dan setiap warga bisa jadi korban. (TIM)
0 Response to ""Pembangunan Liar, Namiland: Tanpa KKPR, Tanpa AMDAL, Tanpa Hukum?""
Posting Komentar