-->

"Sporadik Berdarah di Pettarani", Camat Dituding Mafia, Rakyat Menggugat, DPRD Meledak!




Makassar, Sulawesibersatu.com – Sebuah surat kecil menggemparkan satu kota. Sporadik, surat keterangan riwayat tanah, yang biasanya hanya formalitas administratif, kini menjelma jadi bukti paling dicurigai dalam pusaran dugaan mafia tanah. Nama Muhammad Ari Fadly, Camat Panakkukang, mendadak membara di ruang publik. Ia dituding sebagai aktor kunci mafia hukum karena menerbitkan sporadik di atas lahan eks Gedung Hamrawati, Jalan AP Pettarani, lokasi yang baru saja diekseskusi paksa 13 Februari 2025 lalu.


Namun di balik sorotan dan hujatan, satu pertanyaan menggantung tajam yakni apakah ini penyalahgunaan wewenang? Atau justru bentuk tunduk mutlak pada hukum tertinggi negara? Suasana di ruang rapat Komisi C DPRD Makassar berubah seperti arena debat terbuka. Warga yang rumahnya digusur, menggempur ruang sidang dengan suara dan air mata. Di balik mikrofon, Imam Musakkar, anggota Komisi C, melontarkan tuduhan berat. “Ini bukan lagi prosedur keliru. Ini adalah penyalahgunaan jabatan demi kepentingan segelintir orang. Ini cara mafia bekerja yaitu pakai hukum sebagai tameng!”. Camat Panakkukang jadi bulan-bulanan. Warga bersorak, mengepalkan tangan, memukul meja. “Copot camat sekarang juga!”


Akar dari kegaduhan ini dimulai tahun 2018. Seorang warga, Andi Baso Matutu, menggugat hak atas tanah yang menurutnya dirampas. Ia kalah di Pengadilan Tinggi, tapi menang di Mahkamah Agung. Tidak hanya sekali, tapi tiga kali, hingga dua kali Peninjauan Kembali pun ia menangkan. Itulah dasar hukum sporadik yang diterbitkan Ari Fadly. Surat yang akhirnya membuka pintu eksekusi lahan, dan... penderitaan bagi puluhan warga yang mengklaim hak yang sama.


Di tengah badai tudingan, Ari Fadly angkat bicara. “Kami mengacu pada hukum. Putusan Mahkamah Agung sudah final. Kalau kami tidak bertindak, kami sendiri bisa dianggap melanggar UU Pelayanan Publik. Ini bukan penyalahgunaan. Ini kepastian hukum”. Namun publik tak sepenuhnya peduli soal putusan hukum yang mereka lihat adalah rumah-rumah dirobohkan, papan eksekusi berdiri, dan pejabat menandatangani surat yang menyulut semua itu.


Inilah konflik klasik yang kini meledak di tengah kota Makassar yakni Hukum sudah menetapkan pemilik, tapi warga belum merasakan keadilan dan birokrasi dituduh bermain mata dengan pemodal. Camat Panakkukang jadi titik pusat badai. DPRD menuntut pencopotan. Warga menuntut keadilan. Sementara surat sporadik itu masih berdiri, jadi simbol kekuasaan atau... pengkhianatan?


Akhir yang Belum Datang yaitu apakah Ini Awal Terbongkarnya Mafia Tanah di Makassar? Satu sporadik menguak luka lama, betapa rapuhnya benteng hukum jika tidak dikawal dengan rasa keadilan. Apakah Ari Fadly akan jatuh? Atau justru jadi contoh pejabat yang dibakar oleh keputusan sah yang tak populer? Dan yang lebih besar lagi yakni apakah ini hanya satu kasus? Atau bagian dari jaringan sistematis mafia tanah yang selama ini tak terlihat? "Ketika hukum menjadi tameng, dan warga jadi korban, siapa sebenarnya yang sedang diadili?" (TIM)

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to ""Sporadik Berdarah di Pettarani", Camat Dituding Mafia, Rakyat Menggugat, DPRD Meledak!"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel