“Tambang Ilegal Paccelekang: Di Sini Uang Berkuasa, Hukum Tak Bernyawa”
Gowa Sulsel, Sulawesibersatu.com - Di sebuah desa kecil di kaki Gowa, suara mesin lebih nyaring dari suara hati nurani. Tanah digerus tanpa ampun, rakyat membisu ketakutan, dan nama-nama besar bermain di balik layar. Ini bukan hanya tambang ilegal. Ini tentang bagaimana hukum bisa tak bernyawa (dibunuh) secara perlahan di depan mata kita sendiri. Kamis pagi, 2 Oktober 2025. Langit Desa Paccelekang masih berkabut. Tapi dari kejauhan, suara ekskavator sudah meraung. Bukan satu. Bukan dua. Tapi lima alat berat menggali tanah seperti menggali kuburan keadilan.
Truk-truk besar berjejer seperti tentara tanpa nurani, keluar-masuk desa tanpa henti. Mengangkut tanah hasil rampasan bukan dari penjajah, tapi dari rakyatnya sendiri. Tak ada papan izin. Tak ada garis polisi. Hanya debu, deru, dan keheningan aparat yang mencurigakan. Masyarakat menunjuk nama Yusuf, Kepala Dusun Paccelekang. Disebut-sebut sebagai tokoh yang tahu banyak soal proyek gelap ini. Di sisi lain, nama Jufri Bagunis muncul sebagai “koordinator lapangan” tokoh misterius yang mengatur lalu lintas tambang bak mafia.
Truk dengan logo “Fajar Utama” dan “Mahaputra” diduga jadi kendaraan pengangkut utama tanah curian ini. Namun yang paling menggelegar adalah isu yang berembus di kalangan warga. “Ada oknum aparat Polda Sulsel yang jadi beking,” bisik seorang warga. Tapi bisik itu bukan tanpa dasar. Karena tambang ini tidak mungkin bisa hidup tanpa penjaga. Seorang sopir truk, dengan suara setengah takut, akhirnya bicara. “Tanahnya semua dikirim ke proyek Racita Estate 3 dan Findaria Emas 5. Di depan Waduk Nipa-Nipa.”
Dua nama perumahan besar. Dua wajah “kemewahan” yang mungkin dibangun di atas kejahatan lingkungan. Padahal, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba sangat jelas yaitu Penambangan tanpa izin sama dengan Kejahatan berat, Ancaman 5 tahun penjara dan Denda Rp100 miliar. Tapi di Paccelekang, UU tak punya kuku, hukum tak punya taring. Yang berkuasa adalah uang. Yang jadi korban yakni rakyat kecil dan alam.
Forum Koalisi Rakyat Bersatu (KRB) akhirnya angkat suara. Bima, jubir KRB, tak bisa menyembunyikan amarahnya. “Jika benar ada polisi yang membekingi tambang ilegal, ini bukan lagi pelanggaran hukum ini pengkhianatan terhadap negara.” Ia menantang Kapolda Sulsel yang baru. “Jika Kapolda tak berani menutup tambang ini, jangan salahkan rakyat kalau kehilangan kepercayaan. Rakyat sudah muak jadi korban sistem yang busuk.” Siapa yang benar-benar berada di balik tambang ilegal Paccelekang? Apa benar proyek properti besar di kota dibangun dengan tanah hasil kejahatan? Dan siapa “dewa pelindung” tambang ini yang membuat hukum tak berkutik?
Satu desa kecil di Gowa kini berubah jadi panggung besar kemunafikan hukum. Di sana, rakyat hidup dalam ketakutan. Aparat diam. Pejabat mengelak dan tanah terus diangkut untuk membangun istana mereka yang tak pernah cukup kaya. Jika Kapolda Sulsel tidak bertindak, maka sejarah akan mencatat jika hukum pernah dikubur hidup-hidup di Paccelekang. (TIM)
0 Response to "“Tambang Ilegal Paccelekang: Di Sini Uang Berkuasa, Hukum Tak Bernyawa”"
Posting Komentar